Benarkah Kita Bahagia?

Mengapa kita begitu ingin terlihat bahagia? Apakah dengan terlihat bahagia barulah kita bisa benar-benar bahagia? Uang yang kita dapat, dirasa tidak pernah cukup. Kita membeli merk-merk ternama demi disejajarkan kaum borjuis. Kita menghadiri berbagai pertemuan, seminar, kegiatan sosial agar keberadaan kita diakui. Kita mengutip kalimat-kalimat bijak tanpa benar-benar faham maknanya. Kita pergi berlibur ke tempat-tempat bagus dan mahal bukan lagi untuk menyegarkan pikiran, namun supaya dianggap mampu dan berselera tinggi. Kita tidak lagi berdoa di rumah ibadah, melainkan di media sosial. Kita mengeluarkan komentar simpati terhadap bencana, kekacauan dan kemalangan orang lain seraya diam-diam bersyukur karena hal naas tersebut tidak terjadi pada diri kita. Kita terus menerus menyembunyikan rasa kesepian, rasa lelah karena terlalu banyak berdusta, namun kemudian beralasan bahwa beginilah kehidupan jaman sekarang. Kita menyaksikan banyak ketidak-adilan, kecurangan, kemunafikan tapi memilih tak peduli. Kita semakin tuli terhadap rintihan, semakin buta terhadap kesenjangan dan semakin picik demi kepentingan. Kita…

Ibu Tanpa Gelar


Saat menuliskan ini, ibu sedang tertidur di samping saya. Rasa syukur tak terhingga saya panjatkan karena memiliki ibu seperti beliau. Ibu saya sama sekali tidak bergelar. Jangankan mengenyam pendidikan hingga S3, bahkan kuliah S1 pun tidak diselesaikannya. Tidak ada skripsi, tesis, apalagi disertasi dengan nilai A dari perguruan tinggi manapun.

Sungguh saya tidak memerlukan semua hal itu untuk rasa bangga pada ibu saya. Melihatnya bangun pagi, shalat, menyiapkan sarapan, mengurus rumah tangga dan masih dapat tersenyum seraya mendoakan setelah saya pamit bekerja pun itu sudah sangat cukup membuat pagi saya sempurna. Mendengarkan saya bercerita, menonton film bersama, berjalan-jalan berdua, mencari model busana terkini, melontarkan lelucon-lelucon bodoh, mengejek ‘sinetron’ habis-habisan, berdebat, berdiskusi segala hal, semua hal itu tidak akan pernah saya tukar dengan sesuatu apapun.

Mungkin bagi dunia, ibu saya bukan siapa-siapa. Hanya seorang ibu rumah tangga biasa tanpa gelar. namun bagi saya, ibu saya adalah seluruh dunia. Sosok dengan gelar tertinggi dan termulia di hidup saya! Have a nice sleep, Mom! I hope God always bless you. Amin :)

Teruntukmu, Variabel.

Hai variabel. Dimana kamu sekarang? Lama tak menghabiskan waktu bersama. Ya, mungkin aku teralihkan oleh berbagai konstanta. Konstanta yang semakin membuatku gila, karena tak henti hanya melahirkan kehausan tak berkesudahan.

Aku rindu malam-malam kita. Dimana aku tak henti didera penasaran akan kamu. Saat kita diburu sang waktu. Aku reguk kopi demi kamu. Demi sekedar lebih lama memutar otak memikirkan kamu. Kantukku tak seberapa, kepuasanku bisa membuatku lupakan itu.

Aku ingat saat-saat terakhir kita. Aku sudah terlampau jenuh dengan kamu. Aku bosan menuliskanmu, terlebih sebuah nama yang mungkin sangat berarti bagi kamu. Henstock. Aku sangat ingin segera mengakhiri perjuanganku, aku ingin membebaskan diri dari kamu.

Waktu itu tiba juga. Aku melepaskanmu. Lega sekali hatiku, siap menyabut hal baru. Hal tanpa kamu. Kenangan tentangmu masih berserak di mejaku, tak ku pedulikan.

Kini aku mencoba mengingatmu. Sial, sebagian besar aku lupa. Hanya satu nama yang ku ingat, Henstock.

Jangan Banyak Bicara, Aku Seorang Tuli


Seorang buta berjalan terseok-seok sembari meraba-raba dalam kegelapan yang selalu mengiringinya. Mencari sesuatu yang entah apa dan dimana. Aku memandang di kejauhan, mengamati langkah-langkah si buta yang semakin mendekat, berjalan ke arahku.

Ia tiba di dekatku kini. Aku hanya diam memandangnya tanpa suara. Namun sepertinya ia sadar ada seseorang di dekatnya, mengamatinya. Mulut si buta bergerak, mengucapkan beberapa patah kata yang kuartikan sebagai pertanyaan untuk memastikan ada manusia di hadapannya. Aku menuntunnya untuk duduk di depanku. Kini aku bisa leluasa mengamatinya dari dekat, tanpa kikuk karena aku tahu ia buta. Maka pandangan mataku ku arahkan ke seluruh sudut di dirinya. Mulut si buta komat-kamit, mengucapkan rentetan kata membentuk kalimat yang semakin sulit ku artikan. Ia tak tahu aku seorang tuli. Mulutnya berhenti bergerak. Sepertinya ia menunggu jawaban dariku. Aku berpikir, dengan cara apa aku menjelaskan padanya aku ini seorang yang tak tahu apa-apa. Bisikan, raungan, hentakan, siulan, desahan, apa perbedaan itu semua? Bagiku semua sama, tak peduli berapa frekuensi dan macam gelombang yang dihasilkan, telingaku tak mampu menerjemahkan. Dan kini aku tak bisa menggerakkan tanganku sebagai aba-aba padanya karena ia seorang buta.

Aku meraih tangannya, ia terlihat kaget dan kebingungan namun tak menghindar. Ku sentuhkan ujung jariku di telapak tangannya. Kurasa seharusnya ia lebih peka, dengan semua warna hitam yang selalu dilihatnya setiap waktu. Ia termenung, menunggu sesuatu. Ku gerakkan ujung jariku membentuk huruf, diikuti jeda, lalu huruf selanjutnya hingga membentuk kata. Ia mengangguk dan ku lanjutkan ke kata berikutnya. Sepertinya kini ia mengerti. Kata pertama yang aku sampaikan adalah “aku” dan kedua adalah “tuli”. Ia tersenyum. Entah apa arti senyumnya. Mungkin rasa bahagia menemukan manusia tak sempurna lainnya atau rasa syukur karena masih ada kelebihan di dirinya yang tak kumiliki. Kubalas dengan senyuman juga meski tak bisa dilihatnya.

Sementara itu, kulihat semakin banyak manusia berkerumun di sekeliling kami. Melemparkan pandangan-pandangan yang kukenal sebagai ekspresi keheranan, mencemooh, iba, memandang dingin, namun ada beberapa memandang takjub dan tersenyum senang. Mulut mereka seakan berlomba adu cepat bergerak-gerak ke segala arah. Ingin sekali aku tahu apa yang mereka bicarakan tentang kami. Sedang di sisiku, kulihat si buta sedang berpikir. Mungkin mencerna makna dari suara-suara di sekeliling kami. Setelah ini akan kutanyakan padanya tentang apa yang di dengarnya. Sebagai balasan, akan kuceritakan tentang raut-raut wajah yang mereka tampakkan pada kami. Tentu membutuhkan waktu yang tidak singkat. Tapi kami terbiasa untuk lebih bersabar atas semua proses di dunia ini. Ketidaksempurnaan ini mengajarkanku hal itu. Jangan banyak bicara, aku seorang tuli!

Knowledge and Character


Pada kesempatan ini, terlebih dulu saya ucapkan selamat Hari Ibu buat ibu saya, dan ibu-ibu lain di seluruh dunia! Wanita no.1 yang selalu menemani dan membimbing saya menemukan makna dari hidup.

Tanpa mengecilkan peran para pria, kali ini saya akan membahas peran seorang wanita dalam pembentukan karakter manusia. Tentu kita lahir dari rahim setiap ibu bukan? Yaa, masing-masing jiwa manusia yang suci muncul dan mengenal dunia atas jasa sang ibu. Jiwa ini akan tumbuh dan belajar tentang dunia di kemudian harinya. Itulah mengapa peran wanita (ibu) akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh dan kembang putra-putrinya. Sebagai pendidik, sikap dan tutur ucap yang dilakukan akan menjadi cerminan bagi si terdidik. Makna dari sebuah petuah dan nasihat akan lebih berarti jika dalam praktek praktiknya disetai dengan tauladan pula. Pendidikan yang dilakukan seorang ibu bukan hanya bertujuan menjadikan seorang anak menjadi gemilang dalam bidang akademis. Apalah artinya menjadi bintang kelas tanpa disetai akhlak terpuji? Menjadi pintar dan cerdas memang penting, tapi selayaknya dapat disertai pembentukan karakter seseorang untuk menjadi manusia berakhlak.

Jaman sekarang ini, tidak sedikit saya lihat para ibu berbondong-bondong menyertakan anak-anaknya dalam berbagai les ini dan itu, bimbel sana dan sini. Tentu tidak salah, selama si anak tidak merasa diberatkan, sah-sah saja mengenalkan mereka pada banyak hal, apalagi hal positif. Tapi tugas seorang ibu tentunya tidak serta merta tuntas dengan mengeluarkan banyak materi bukan? Dalam proses pertumbuhannya menuju dewasa, seorang anak membutuhkan tokoh untuk bisa ditiru dan dijadikan panutan. Seorang pendidik, seorang ibu punya tanggung jawab dalam hal ini. Berhitung cepat, mampu berbagai bahasa, pintar memainkan banyak alat musik. Bukan cuma itu yang dibutuhkan dalam menjalani hidup. Bagaimana cara menyikapi sesuatu, sejatinya lebih penting diajarkan. Dalam perjalanan waktu, tentu tidak semua yang diharapkan bisa terlaksana atau tercapai. Pertemuan dengan batu sandungan dan perbedaan tak bisa kita hindarkan. Lantas, apa yang harus dilakukan seorang anak untuk menghadapinya? Sudah cukupkah pengajaran formal maupun non formal yang diajarkan di sekolah atau bimbingan belajar membekali mereka? Pengajaran di rumah lah yang memegang peranan besar dalam hal ini. Dan seorang ibu adalah sang guru di kehidupan mereka.

Dari pengalaman yang saya alami, saya selalu membutuhkan seseorang untuk sekedar berbagi atau mendengarkan apa yang saya rasakan dalam penemuan-penemuan saya dengan hal baru. Dan seorang teman, walau bisa menjadi tempat berbagi, tetapi tidak selalu bisa memberi masukan positif dalam masalah saya. Masuk lingkungan baru, bertemu orang-orang dengan latar belakang dan karakter berbeda, gagal dalam berusaha, merasa menyerah, putus asa bahkan patah hati. Semua itu lazim terjadi dalam kehidupan dan diperlukan suatu proses pembelajaran terdidik untuk menyikapinya. Sikap-sikap itulah yang yang akan membentuk pola pikir dan perangai si anak sampai ia dewasa.

Itulah peran seorang ibu, seorang wanita dalam keluarga yang menjadi pendidik dan tiang doa bagi keluarganya. Semoga hal ini dapat menjadi bekal bagi calon ibu dan ibu-ibu dalam menghasilkan generasi-generasi cerdas dan berakhlak. Salam :)

anak muda jaman sekarang, ck ck ckk!

Berbeda! Penunjukan pembangkangan, melawan otoritas, ingin menunjukkan eksistensi. Seringkali ditemukan pada anak muda dan remaja, celana jeans robek, sepatu kumel, topi terbalik, bahkan pernah sesaat: baju yang dibalik memakainya. Konsep ingin beda ini umum dalam kebiasaan anak muda.

Sebagai salah satu contoh, saya ambil ejaan-ejaan anak muda masa kini, yang ketika saya baca, saya membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk mengartikan maksudnya.. (apa saya sudah tua? hahaa...)
Tulisan ini dikutip dari facebook seorang sepupu yang kini menginjak tingkat SMA, ada juga teman yang tentu saja identitas saya samarkan.

  • "ok,,ok,,iia mkan.a blajar att soii,,,nha att mke mwek sgala,,hhhuu"
  • "ol,,,byasa d hump sdra,,iiaiia,,,udd bcaa,,mi jlas ************i.a,,,uahaha"
  • "blnd atteu. khn bru jga mcugg. hheu. kmh bdg amant..?"
  • "iiiiii,,,,,ftu.a d gntii,,,ngikutn sya sjjooo,,,lel,,,, hahhaha"
  • "Law org ngmognd qt yg jelex2 v qt insa allah gug sjelex app yg d ngmognd itt . .V qt mlh trs.yum dan gug mrah saat org itt ngmognd qt d dpn qt cndri . ."

Ada yang tertarik mengartikan kalimat-kalimat di atas? Kalo saya sih bingung..
Itulah sepenggal yang saya temukan. Kaidah berbahasa dalam bentuk ejaan yang sedang tren. Mungkin semakin tidak dimengertinya tulisan tersebut, semakin keren. Entahlah, saya juga tidak tahu.. heuu... Apa yang anda pikirkan mengenai tren ini??

bulan hadiah


Bulan ini bukan hanya bulan hadiah untuk umat Kristiani saja. Saya pun kecepretan 'hadiah' rupanya. Yap, setumpukan tugas berbondong-bondong diberikan para oleh 'sinterklas' kampus saya. Belum kelar ini, datang anu, belum sempet mikirin anu, ehh udah dateng itu. Mereka saling berkejaran sedang saya terseok-seok kewalahan menentukan prioritas. Akhirnya saya putuskan untuk fokus pada 1 tugas pembuatan makalah tentang peramalan.

Peramalan?? Iyah, peramalan! Bola kristal yang saya gunakan disini adalah sebuah software statistika MINITAB. Disini, saya hendak memprediksi/ meramalkan beberapa output suatu proses berdasarkan pada data terdahulu. Karena itu, tentunya saya membutuhkan data. Kriterianya, data ini harus diambil dari selang waktu yang runtun dan terpola, serta berjumlah minimal 60. Usaha pertama mendapatkan data, saya tujukan pada produksi spare part kendaraan bermotor di sebuah perusahaan STALION (Cijerah, Bandung). Beruntung saya di sambut baik, dan data pun ada di tangan tanpa kesulitan. Silaturahmi memang bermanfaat (punya kenalan orang dalem emang nguntungin) :p Sesegera mungkin saya olahdata tsb. Tapi sepertinya Tuhan menghendaki saya berusaha lebih keras. Data-data yang saya dapat Tidak Dapat Dimodelkan.

Kembali saya memutar otak tentang kriteria data yang akan saya gunakan. Menimbang waktu dan biaya, saya putuskan mencari data di internet saja. berbagai keyword saya gunakan: data sarjana pengangguran, data perceraian, data kematian, data narapidana, harga minyak dunia, GDP saya coba. Sial, data lokal sangat minim rupanya. Satu-satunya alamat yang membantu adalah situs BI namun rupanya data-data dari sana sudah banyak diberondong teman-teman. Berhari-hari saya cari, ditemukanlah data yang cocok buat saya, data output proses kimia. Dengan begadang beberapa malam, kira-kira 5 hari saya selesaikan makalh ini. Yaaa,,, satu hadiah sudah saya lahap. Kini giliran hadiah-hadiah lainna yang akan segera saya hajar... :D Mari kerja keras, jia you!

nb: seorang teman juga menghadiahi saya hadiah award diatas rupanya :) thanks to minomino