Just Noise

What's hidden in the air
It doesn't feel the same anymore
I think it'll be alright, but it doesn't
All become so much longer
Is silently good enough?
What's hidden inside this heart?
You are only trying to let me understand
The simplest dream is haven't dream
Because so hard to understand
When your dreams becomes that much harder to reach

save our nation!

Topik utama yang saya dengar kian mencuat ke permukaan akhir-akhir ini adalah mengenai demo anarkis para demonstran menuntut pemekaran wilayah provinsi Tapanuli yang berbuntut tibanya ajal Abdul Ajiz, ketua umum DPRD Sumatera Utara sang pemimpin sidang. Tewasnya Abdul Ajiz ini ditenggarai oleh penyerangan para demonstran yang tidak puas akan hasil sidang tersebut. Polisi menyatakan, tewasnya sang ketua tersebut dikarenakan serangan jantung yang dideritanya. Penyidikan lebih lanjut mengenai insiden ini mari kita serahkan saja kepada para (yang katanya) penegak hukum dan kita tunggu hasilnya. Apa yang terbersit di pikiran anda mengenai kasus ini?

Demokrasi yang kebablasan’, hari ini rasanya sudah berulang kali saya dengar kata-kata itu dari para politikus yang berkomentar tentang kasus diatas. Seakan tidak punya andil dari sistem yang kini dianut oleh bangsa ini, kritikan yang mereka lontarkan saya rasa lebih tepat mereka tujukan pada diri mereka masing-masing untuk direnungi lebih dalam. Dikutip dari Wikipedia, demokrasi sendiri adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah. Dilandasi perwujudan kedaulatan rakyat, maraknya aksi demonstrasi penyaluran aspirasi masyarakat (entah masyarakat mana) nyatanya hanyalah ajang keanarkisan dibawah pengaruh stimuli hasil hasutan kaum yang berkepentingan. Laksana bendungan raksasa yang bobol, bangsa ini semakin kehilangan arah dan tak terkontrol. Kebebasan bersuara dijadikan moment oleh para individu untuk menyuarakan kepentingannya. Muncullah partai-partai yang tidak lain adalah kumpulan individu-individu berkepentingan hampir sama yang pada selanjutnya berlomba-lomba memanfaatkan hasrat rakyat yang haus akan sebuah perubahan dalam aba-aba untuk mendapatkan dukungan mereka. Tumbuh dan berkembang diatas kesilapan masyarakat yang telah berhasil diperdayai dengan jutaan janji manis yang membuai. Uang pun semakin powerful peranannya, menjadikan sistem politik ini sebuah kancah bisnis dengan partai sebagai perusahaannya dan masyarakat sebagai pangsa pasar sasaran utama.

Kini rakyat pun kian kebingungan. Penantian akan datangnya sang ratu adil nampaknya masih banyak bersemayam dalam mimpi-mimpi mereka. Tokoh ideal dianggap lebih penting daripada sistem pemerintahan yang baik. Diluar siap atau tidaknya bangsa kita dalam berdemokrasi, mari kita lebih peka dalam mengenal para profesional politik bangsa kita ini.

suara seorang rakyat yang lelah dibuai mimpi dan janji palsu

m a a f

Malam yang lalu, seorang teman sempat bercerita tentang penyesalannya akan kata maaf yang belum sempat ia ucapkan pada seseorang yang kini telah pergi ke suatu tempat. Masalahnya, teknologi komunikasi saat ini belum atau mungkin tidak menemukan terobosan guna menghubungkan dunia yang ia (dan kita semua) tempati dengan dunia kepergian sosok yang hendak dimintai maaf tersebut. Yaa,, terkadang waktu terlalu singkat untuk bisa terulur lebih panjang, terus berlalu meninggalkan rasa sesal akan punahnya berbagai kesempatan yang kita lewatkan. Tapi saya pikir, kalaupun pada hari yang lalu mata terlalu kabur untuk bisa melihat, telinga terlalu tuli untuk dapat mendengar, lidah terlalu kelu untuk berucap, ataupun hati yang terlampau angkuh untuk bertindak, hidup selalu punya kompromi untuk menerima jutaan kealfaan yang entah secara sengaja ataupun tidak sengaja telah kita lakukan. Batasnya? Mungkin sejauh kita berbelok menyimpang dari arah yang seharusnya,setinggi kita membangun tebing dusta, atau seluas kita berlayar di samudera dendam. Entahlah, ada kalanya kita memang harus bisa memaafkan diri sendiri. Dan kalaupun kata itu tidak sempat terucap, yakinilah bahwa ada yang lebih mengetahui tentang apa yang hendak kau ucap. Untuk seorang teman,

A POEM FOR THE GRIEVING

Do not stand at my grave and weep.

I am not there, I do not sleep

I am a thousand winds that blow

I am the diamond glints on snow

I am the sunlight on ripened grain,

I am the gentle autumn's rain.

When you awaken in the morning's hush

I am the swift uplifting rush

of quiet birds in circled flight

I am the stars that shine at night.

Do not stand at my grave and cry,

I am not there, I did not die..

Anonymous